Minggu, 22 November 2009

Tiba-tiba Saja Terpikir...

Seorang pemimpin bukanlah apa-apa atau siapa-siapa tanpa orang-orang yang dipimpinnya. Dalam artian, apakah seseorang masih dapat dikatakan seorang pemimpin bila tidak ada orang-orang yang siap mendukung kepemimpinannya?

Ketika semua orang tengah bereuforia menyambut calon-calon pemimpin masa depan, saya justru memikirkan hal lain: sudahkah kita mempersiapkan DIRI KITA dengan sebaik-baiknya untuk turut serta dalam membangun hari esok yang lebih baik?

Jujur, saya bukan tipikal orang yang senang menuntut banyak pada orang lain. Atau secara sederhana, saya paling tidak suka memaksakan seseorang melakukan suatu hal dengan standar yang saya sendiri mungkin belum bisa mencapainya. Oke, (lagi-lagi) mungkin hal ini hanya berlaku untuk hal-hal yang bersifat universal, karena kita tidak bisa memungkiri bahwa setiap orang memiliki “warna”nya masing-masing. Maksud saya, kita tidak bisa menampik bahwa ada orang-orang yang memiliki kualitas dalam hal tertentu, lebih baik dari hal lainnya. Sebut saja beberapa orang dapat dengan tenang – tanpa gentar sedikit pun – menghadapi sekerumunan massa dan berbicara dengan lugas. Atau beberapa orang lainnya seakan punya begitu banyak simpanan ide brilian di kepalanya, yang selalu memberikan “nafas segar” ketika orang-orang di sekelilingnya nyaris menemui jalan buntu.

Ada berjuta bentuk kualitas diri, begitu banyak warna, tapi menurut saya ada suatu kualitas yang seringkali dikesampingkan atau bahkan tidak dianggap sebagai suatu kualitas: “Komitmen & Loyalitas”.

Dulu, saya saya pernah merasa begitu rendah diri dibandingkan teman-teman di sekitar yang begitu luar biasa. Saya merasa tidak banyak yang bisa saya berikan. Saya merasa begitu tidak produktif. Saya terang-terangan pernah menyatakan rasa ini ke salah seorang teman, yang kemudian membesarkan hati saya. “Jangan pernah menyepelekan kontribusi sekecil apapun yang pernah kamu berikan, karena kamu mungkin tidak tahu betapa berharganya itu bagi orang lain”. Maka, dengan segenap upaya saya coba untuk mempertahankan komitmen yang telah dibangun di awal, dan berusaha untuk loyal pada tiap kesempatan.

Awalnya saya tidak yakin. Bagaimana bisa keberadaan seseorang yang hanya “duduk-manis-diam-mendengarkan” tampak berharga dibandingkan figur “aktif-dinamis-penuh ide-komunikatif-dan sebagainya”?

Pada akhirnya, perjalanan waktu mematahkan keraguan itu. Perlahan, saya mulai dapat memahami.

Coba kalian bayangkan, bila dalam sebuah pertemuan – atau sebuah rapat, semua anggota yang hadir berlomba-lomba untuk berbicara, mengeluarkan ide dan pendapat masing-masing, tanpa ada yang berusaha mengalah untuk mendengar? Ironis, bila dibandingkan dengan pepatah yang baru saja kembali diucapkan salah seorang teman beberapa waktu yang lalu “Manusia terlahir dengan dua telinga dan satu mulut, agar ia dapat mendengar lebih banyak”. Bahkan salah satu mata kuliah di kampus kita tercinta pun mengajarkan suatu teknik “mendengar aktif” – sebagai metode untuk meningkatkan kualitas komunikasi.

Dan ternyata, keberadaan orang lain di sekitar kita – bahkan hanya dengan melihat mereka saja – dapat menumbuhkan semangat bagi diri kita. Karena kita merasa aman, karena kita merasa selalu ada orang-orang yang menemani di samping kita – orang-orang yang siap berjuang bersama. Hanya dengan melihat binar semangat di mata mereka, dapat melipatgandakan energi yang tadinya nyaris terkuras habis. Tentunya, berjuang bersama akan terasa lebih ringan dibanding berjuang seorang diri, kan? ^-^

Dan bagaimana dengan kontribusi?

Allah memang selalu punya rencana bagi hamba-Nya. Justru di saat saya berkecil hati karena merasa tidak pernah memberikan sesuatu, Ia memberikan amanah yang akhirnya membuka kesempatan bagi saya untuk bisa berkontribusi seluas-luasnya. Ya, kesempatan itu datang, justru saat kita pernah merasa sebagai orang yang nyaris tidak pantas untuk itu. Seorang teman lainnnya berkata, “Loe ingat pernah merasa nggak kerja apa-apa selama ini? Mungkin inilah kesempatan buat loe, untuk bisa berkontribusi lebih!”

Maka, agak sedih rasanya ketika mendengar seseorang memutuskan untuk meninggalkan suatu hal, karena ia merasa tidak banyak berkontribusi di dalamnya. Bukan ilmu, bukan keahlian, bukan kecemerlangan potensi diri saja yang akan membuatmu “hidup” dalam suatu lingkup – khususnya dalam suatu organisasi. Yang paling penting adalah menjaga komitmen awal, dan menunjukkan loyalitas terhadap sekitarmu.



Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang yang sibuk berseru kencang di titik start, namun kemudian menghilang begitu saja ketika akhirnya “mobil" itu berhasil melaju…