Rabu, 02 Juni 2010

Happiness?

And they live happily ever after.

THE END.

...................................


Banyak cerita yang menyuguhkan kebahagiaan sebagai akhir cerita. Istilah “happy ending” tentunya amat melekat di benak kita semua. Namun apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kebahagiaan itu sendiri?

Orang-orang tampaknya begitu keras untuk mengejar kebahagiaan. Menjadikannya target utama dalam hidup, menjadi konklusi dari semua target yang ada dalam agenda mereka. Kisah yang begitu penuh perjuangan, mengharu biru, dan diwarnai penderitaan dianggap terbayarkan dengan adanya hasil akhir yang membahagiakan. Ibarat pepatah, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Mereka tidak menyadari, bahwa sesungguhnya merasakan kebahagiaan bukan sepenuhnya monopoli episode akhir. Bahwa kebahagiaan bisa direngkuh bahkan pada titik “start”, dapat dirasakan dalam proses yang terus berjalan. Ya, kebahagiaan-kebahagiaan kecil namun istimewa sesungguhnya selalu mengelilingi kehidupan kita tanpa disadari. Ketika pagi ini kita masih bisa melihat senyum dari orang-orang terkasih – sesungguhnya satu poin kebahagiaan tengah kita peroleh. Ketika kita mendapati arus lalu lintas relatif lancar hari ini – kebahagiaan kembali menyapa. Ketika salah seorang teman menyadari kegundahan perasaan kita karena suatu masalah dan menawarkan bahunya – sesungguhnya satu poin lagi tengah bertambah. Ketika hal sederhana yang kita lakukan tampak berarti bagi orang lain hanya dengan seuntai “terima kasih” yang dikemas tulus – sesungguhnya kebahagiaan itu jelas terukir.

Kebahagiaan bukanlah suatu nilai yang terukur dengan nominal. Ia begitu kaya, dan tak akan pernah habis untuk dibagi.

Sejak dulu, saya selalu bermimpi untuk menjadi seseorang yang bahagia. Dan berharap kebahagiaan juga dirasakan oleh orang-orang di sekeliling saya. Nyatanya, perjalanan waktu semakin membuka mata saya, bahwa dunia ideal yang penuh kebahagiaan abadi hanyalah angan semu semata. Idealnya, saat seseorang merasa bahagia, kebahagiaan itu kemudian dapat menulari orang-orang di sekelilingnya. Dalam beberapa kesempatan, hal ini dapat terjadi – bayangkan sebuah acara ulang tahun yang dirayakan oleh seorang anak yang dipenuhi dengan sorak sorai dan gelak tawa bocah-bocah yang begitu antusias menikmati pesta. Sayangnya, ada kalanya dalam hidup ini kebahagiaan yang kita rasakan tidak sejalan dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Atau lebih buruk lagi – kebahagiaan bagi seseorang justru menjadi musibah bagi orang lainnya. Sesungguhnya ini adalah bentuk kebahagiaan yang paling tidak sehat. Masih layakkah ini disebut dengan kebahagiaan? Saya tidak akan mencoba menjustifikasi, karena ada banyak sekali variasi kasus yang mungkin terjadi, dan satu sama lainnya tidak dapat dipukul sama rata.

Satu hal yang sampai saat ini masih saya yakini adalah – walaupun tak ada kebahagiaan abadi di dunia ini – tapi kebahagiaan itu tetap ADA. Tidak perlu beranjak jauh atau berpelesir ke seberang samudera untuk meraihnya, karena sesungguhnya ia selalu ada – jauh di dalam lubuk hati kita. Ia hanya membutuhkan perspektif yang berbeda untuk dapat dilihat – dirasakan.

Karena terkadang kebahagiaan itu justru terbentang luas selama proses berlangsung, meski tersembunyi di balik ilalang dan batu kerikil masalah…

Have you found them?


**************


“We tend to forget that happiness doesn't come as a result of getting something we don't have, but rather of recognizing and appreciating what we do have.” – Frederick Keonig