Sabtu, 09 April 2011

Welcoming The "Double Two"...

Well, here I am.
Writing another note this night, just a day before my age going to be added (or I should say – reduced?). I’m gonna be 22 tomorrow – yup, a double two age.


Harapan menjelang usia 22 tahun? Tentunya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Terdengar klise dan pasaran, namun itulah keinginan yang paling kuat melekat. There’s no such perfect person. But at least I try to be a good one. Sepanjang hampir 22 tahun perjalanan hidup ini, rasanya semakin panjang pula daftar kesalahan, keburukan, kebodohan, dan hal-hal negatif lainnya. Hal-hal yang membuat saya menyesal, baik hanya sejenak ataupun berkepanjangan. Tapi rasanya bukan hal yang bijak bila kita terlalu berlama-lama pada rasa sesal dan tak beranjak bangkit. Bukankah kesalahan di masa lalu itu ada untuk menjadi pelajaran bagi masa depan? 

Saya bersyukur atas segala peristiwa yang pernah terjadi dalam hidup saya. Baik yang membahagiakan maupun menyedihkan. Yes, I always believe that everything happens for a reason. Or reasons.

Beberapa hari belakangan, saya semakin tersadarkan bahwa seberat apapun masalah yang menghampiri, yang paling penting adalah bagaimana cara kita menghadapi saat itu datang dan mengambil hikmah setelah itu berakhir.

Memasuki minggu pertama di departemen Psikiatri membawa kesan tersendiri bagi saya. Selama bertahun-tahun berfokus pada kesehatan fisik, saya hampir lupa bahwa ada kesehatan psikis. Penyakit mental, gangguan jiwa, atau apapun sebutannya. Bila di bagian lain kita akan menemui pasien rawat inap yang tergolek lemah di atas ranjang, di bagian ini pasien justru dengan leluasa berjalan mondar-mandir di sekitar bangsal rawat inap. Seringkali justru tidak tampak sakit – terutama jika dilihat sekilas dari kejauhan. Ada pasien yang setiap bertemu dengan saya selalu menyerukan nama saya dengan lantang, ada yang selalu menjabat tangan dengan penuh semangat, dan ada pula yang hanya memberikan tatapan mata kosong – kemudian tersenyum dan berlalu begitu saja. Ada pula yang katanya ingin meramal saya, namun berakhir dengan cengiran tanpa makna dan dia akhirnya pergi tanpa mengatakan hasil “ramalan”-nya. Keberadaan mereka di bangsal rawat inap tentu bukan tanpa alasan. Apapun itu, membayangkan mereka berada terpisah dari keluarga, tentunya bukanlah suatu hal yang mudah ataupun menyenangkan. Saya jadi sedikit berandai-andai. Bagaimana bila saya yang berada di posisi itu?

Jika di bagian lain, keluarga dengan penuh keprihatinan datang untuk menjenguk dan bahkan merawat pasien, di bagian ini saya dihadapkan dengan realita bahwa pasien mungkin justru menjadi seseorang yang ditakuti atau dihindari oleh keluarganya sendiri. Ironis memang, namun itulah kenyataannya.

Saya merasa sangat tersentuh ketika berkesempatan mengikuti semacam aktivitas kelompok bersama para anggota keluarga dari pasien Skizofrenia – orang yang memiliki gangguan pada kemampuan membedakan realita dengan halusinasi ataupun alam pikirannya. Di sana saya bertemu dengan para ibu, ayah, kakak, ataupun saudara lain yang tampak sangat concern dengan kondisi anggota keluarganya yang menderita Skizofrenia. Penderitaan justru lebih dirasakan oleh mereka yang berjuang demi kesembuhan anggota keluarganya, melawan berbagai stigma negatif yang terlanjur merebak di masyarakat. Berat, namun mereka tidak begitu saja menyerah pada keadaan. Dan saya yang saat itu (Alhamdulillah) berada dalam kondisi sehat secara fisik dan (mudah-mudahan) mental jadi berpikir: bagaimana mungkin saya tidak bersyukur atas apa yang saya miliki, sementara mereka yang memiliki beban permasalahan yang cukup berat masih dapat mengambil hikmah dan mengucap syukur?

Jika diberikan kesempatan…
Saya ingin bisa menjadi pribadi yang lebih baik,
yang senantiasa berpikir positif dan optimis,
dan lebih realistis.
Kadang, hidup berjalan tidak seperti yang kita harapkan. Namun bukan berarti itu menjadi alasan bagi kita untuk berhenti berusaha.

Sudah saatnya saya beranjak dari idealisme “kacamata kuda” – this is a real life…
It’s about how you seeing the unperfect perfectly… ^^

Terima kasih, bagi semua orang yang pernah hadir dalam hidup saya dan memberikan “warna”.
Whatever the colour is…
Thank you, it means a lot for me.


Alhamdulillah… ^^