Kamis, 08 Januari 2009

Selintas Dalam Benak

Lagi, airmata keluar dari persembunyiannya. Kali ini bukan karena egoisme pribadi semata. Semoga...

**************

Kini, hampir seluruh dunia menyoroti kemelut yang terjadi di Timur Tengah, antara Israel dan Palestina. Mengkritik, menghujat, bahkan menghakimi. Berlomba-lomba beropini, walau tak sedikit yang beraksi. Saya tak mengelak, mengakui bahwa pernah terlibat dalam diskusi - atau sekedar perbincangan singkat - mengenai hal ini.

Terang saya mengecam. Peperangan dan berbagai bentuk kekerasan lainnya adalah manifestasi keburukan pola pikir manusia yang penuh keterbatasan. Sepakat?

Bayangkan saja, betapa ironisnya bila kita bergerilya dalam keseharian, terus menerus diliputi kecemasan dan dikejar ketakutan. Setiap kali suara menggelegar terdengar, seakan jam waktu kita akan semakin melambat. Dan ia dapat berhenti berdetak kapan pun. Tanpa bisa kita tolak.

Saya tidak peduli lagi mengenai siapa yang memulai, tapi saya akan SANGAT menghargai siapapun yang dapat mengakhiri.

Ini bukan hanya perkara menang atau kalah.

Seseorang yang masih punya hati nurani, seharusnya bisa memahami. Dan saya berharap tak hanya seorang, melainkan setiap orang.


NB: Kepada mereka yang hanya bisa dijumpai dari balik layar kaca, yang diliputi durja dalam wajahnya, semoga mentari segera mengikis kegelapan yang pekat ini. Amien.

Kamis, 01 Januari 2009

Ketika Tahun Berganti, Apa yang Bersiap Menanti?

Dunia sedang ber-euforia menyambut kedatangan tahun baru.

Bulan Januari kembali menyapa di lembaran baru kalender Masehi, sementara penanggalan Hijriyah telah lebih cepat mendahului.
Di satu sisi, perayaan besar-besaran diselenggarakan untuk menyambutnya. Di sisi lain, sebagian penduduk di berbagai belahan dunia tengah kompak serempak mengutuki segala bentuk kekerasan dan kekacauan yang memporakporandakan sebuah negeri di kawasan Timur Tengah. Belum lagi insiden-insiden yang terjadi di beberapa tempat di malam pergantian tahun, yang secara tragis merenggut tak sedikit nyawa, di saat orang-orang tengah menikmati hiruk-pikuk di pesta hura-hura.

Ironis.

Pergantian tahun hendaknya dimaknai dengan suatu kearifan.
Saatnya kita berkaca selama setahun ke belakang, bagaimana bentuk jalur yang telah lalui.
Apakakah kita telah meninggalkan jejak emas? Atau justru menorehkan goresan kasar dan mengotori pijakan?

Bahkan saya pun malu rasanya bila kembali menoleh ke belakang.
Tapi inilah yang harus menjadi motivasi bagi kita untuk menatap ke depan.
Kita pantas bersyukur, bisa kembali mengawali episode tahunan kita.
Saat mungkin ada "mereka" yang tidak mampu mereguk nikmat ini. Ya, bahkan "mereka" tidak peduli hari apa kini. Bukan tidak mau, tapi kondisi yang membuat jadi tidak mampu.

Mari, kita bersiap untuk berbuat "lebih" tahun ini.
Bukan hanya sekedar resolusi, tapi harus terwujud konkrit dalam kontribusi.
Apapun itu, dimanapun kita berada, saya percaya - setiap orang memiliki "lahan"-nya sendiri.

Semoga, tak hanya sekedar menjadi angan.