Rabu, 23 September 2009

Talking About Love...

Jika cinta hanya membawa kepedihan
Maka sejatinya ia hanya bayang semu kehidupan

Ketika emosimu membuncah
Ketika tangismu melimpah ruah
Ketika jiwamu hanya diselimuti amarah
Makna cinta tak lebih dari sebuah ketiadaan

Cinta bukan perkara siapa berkekasih siapa
Tapi bagaimana engkau mengasihi yang kaucinta
Bukan perkara kepemilikan hati
Melainkan ketulusan hati

Mereka yang menyerukan cinta
Belum tentu mengukir cinta di hatinya
Karena ia bukan sekedar kata
Ia adalah rasa
Walaupun matamu tak dapat memvisualisasikannya
Walaupun kedua tanganmu tak dapat merabanya
Ia ada


*************************


Cinta. Sebuah kata dengan sejuta makna. Berbagai tulisan berlomba-lomba mengangkatnya sebagai tema. Begitu banyak lagu, puisi, film, dan karya seni lainnya dihasilkan atas nama cinta. Namun, tak ada yang bisa mendefinisikannya dengan pasti. Karena ia terlalu abstrak, terlalu sulit untuk diterjemahkan oleh sekedar untaian alfabetik.


Banyak orang mengaku sedih karena cinta. Kecewa karena cinta. Sakit hati karena cinta.

Namun sebaliknya, ada pula yang tersenyum karena cinta. Bahkan tertawa. Karena mereka bahagia.


Ada begitu banyak bentuk cinta di dunia ini, tapi entah mengapa saya merasa bahwa cinta yang melulu dibahas hanya cinta antar sepasang anak manusia berlainan jenis kelamin – cinta antar sepasang kekasih. Coba hitung, ada berapa banyak film, buku, dan lagu populer yang mengusung cinta jenis ini dalam “nafas”-nya? Tak jarang, hal ini justru mengesampingkan bentuk cinta yang lain. Sebut saja, kisah-kisah tentang hubungan sepasang pemuda-pemudi yang ditentang oleh kedua keluarga. Khas kisah “Romeo & Juliet” – namun dengan sentuhan yang lebih modern. Okelah, bila memang dalam film atau sinetron umumnya jalinan cerita sengaja dikemas hiperbolis, sehingga kadang ada kesan kedua tokoh utama = super protagonis, sementara keluarga = luar biasa antagonis, jahat, punya pemikiran luar biasa picik, dan segala sifat buruk lainnya. Tapi bila kita mencoba meresapi baik-baik, apa memang demikian adanya? Adakah orangtua yang tidak menginginkan kebahagiaan bagi anaknya?
Saya punya sedikit kekhawatiran – yang mungkin agak berlebihan – bila tayangan semacam ini terus merajalela, mau tidak mau paradigma yang terbentuk adalah: tidak apa-apa kau meninggalkan keluargamu untuk meraih cinta sejatimu. Padahal, itu berarti, kita melepas satu cinta, untuk mengejar cinta lainnya. Apakah itu sepadan?

Dalam dongeng kita seringkali terbuai dengan untaian kata “… and they live happily ever after…” setelah sang tokoh utama bertemu dengan pasangannya. Ingat kisah Cinderella? Tentunya kisah upik abu legendaris yang berhasil dipersunting seorang prince charming menjadi salah satu kisah favorit anak-anak perempuan di seluruh belahan dunia (atau setidaknya itu yang saya alami ^-^). Tidak ada dongeng lanjutan yang pernah menceritakan bagaimana beratnya kehidupan istana yang harus dijalani oleh putri sepatu kaca tersebut. Setelah menikah, kisah dengan sendirinya happy ending. Titik. But how about the reality?

Banyak pasangan yang menikah karena cinta – atas dasar suka sama suka, akhirnya bercerai karena berbagai alasan. Masalah kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi isu hangat yang diperbincangkan di masyarakat (khususnya di negara tercinta kita ini, dimana gosip laku keras melebihi kacang goreng yang diobral. Lihat saja betapa banyak tayangan infotainment menguasai jam tayang di dunia pertelevisian). Inilah kenyataan yang sering dikaburkan dalam kisah fiksi yang bertabur keindahan.

Coba bayangkan, bagaimana perasaan seorang ibu – yang telah mengandung selama sembilan bulan, yang menyambut tangis pertama bayi mungilnya dengan airmata bahagia walau rasa sakit tak tertahankan menjalari tubuhnya, yang membesarkan anaknya dengan cinta yang demikian besar dan tulus – mendapati buah hatinya memilih meninggalkannya untuk lari bersama seseorang yang baru dikenalnya, atas nama cinta? Lantas, bila demikian, siapa pihak yang tidak memahami makna cinta itu?

Bahwa cinta punya begitu banyak rupa, saya sepakat. Dan alangkah baiknya jika satu sama lain tidak saling berlomba untuk menang. Karena perkara mencintai bukanlah kompetisi. Bukan masalah memilih antar satu dengan yang lainnya. Cinta tidak akan habis walaupun kau bagi, sebanyak apapun hati yang menanti untuk mendapat bagian. Kau mungkin tidak bisa mengukur sebesar apa cinta di hatimu, namun yakinlah, bahwa ia ada, dan ia demikian besar. Insya Allah… ^-^


***************************

Dedicated to people that I love:
Keluargaku…
Sahabat-sahabatku…
Semua yang pernah singgah di hari-hari sepanjang hidupku, menorehkan makna…

Thank’s for the greatest love that you’d gave to me… ^-^

***Alhamdulillah, rasa syukur yang begitu besar kupanjatkan kepada Allah yang telah memberikan hidup yang begitu istimewa…***