Senin, 26 April 2010

Crossroad...




Pernahkah anda berada di tengah persimpangan - entah pertigaan atau perempatan atau bahkan lebih banyak cabang - dan menjumpai diri anda bingung memilih rute yang akan dilewati? Mungkin pertanyaan yang agak retoris, mengingat analogi semacam ini banyak dijumpai aplikasinya dalam kehidupan nyata. Sebut saja contoh sederhana ketika pagi hari anda selesai mandi dan bergegas menuju lemari yang penuh berisi pakaian. Anda, sadar atau tidak, tentu akan berpikir: pakaian apa yang sebaiknya saya kenakan hari ini?

Banyak orang bilang, hidup itu pilihan. Kalau menurut saya, hidup itu adalah tentang memilih. Dari sejuta opsi yang tersaji di depan mata, manakah pilihan yang kita ambil? Beberapa pilihan boleh jadi mudah ditentukan atau tidak sulit diputuskan. Namun, banyak diantaranya menguras cukup banyak waktu, pikiran, tenaga, bahkan emosi hanya untuk membuat suatu keputusan; sebuah pilihan.

Setiap pilihan tentunya membawa konsekuensi tersendiri. Ketika kita telah merasa cukup berani untuk memutuskan, artinya kita harus bersiap dengan segala risiko yang ada di balik setiap pilihan. Salah seorang teman mengajarkan saya bahwa menyesali suatu keputusan adalah suatu pantangan. Karena sekedar penyesalan hanyalah suatu kesia-siaan, dan beratnya dampak dari suatu keputusan merupakan "satu paket" yang tidak terpisahkan dari pilihan itu sendiri.

Kehidupan ini ibarat suatu perjalanan panjang, dimana tidak ada arah putar balik. Sekali melaju, kita tidak dapat kembali ke titik yang telah kita tinggalkan. Maka ketika kita menyadari bahwa kita memilih jalan yang salah, yang bisa kita lakukan adalah segera mencari persimpangan lainnya untuk mengubah haluan. Bukan untuk berputar ke belakang, melainkan untuk kembali melanjutkan ke jalan yang sesuai.

Saya sendiri pernah mengalami fase yang cukup rumit dimana saya mulai menyadari bahwa jalan yang tengah saya lalui begitu kompleks. Laksana berjalan di antara taman bunga yang begitu indah menawan, namun entah mengapa nafas terasa sesak karena oksigen yang begitu tipis. Ketika akhirnya persimpangan itu datang lagi, saya memutuskan untuk memilih jalan lain. Ya, akhirnya kelegaan menyambut, menghirup udara terasa begitu menyegarkan. Namun, tak lama sesudahnya saya segera menyadari - hanya kekosongan yang menghampar luas di sekeliling perjalanan ini, ladang tandus yang jauh dari keindahan. Seketika terasa ada lubang besar yang muncul, seperti ada sesuatu yang benar-benar mengganjal...

Bagaimanapun, kita telah dibekali akal untuk dapat menimbang suatu pilihan dengan logika. Jikalau hati telah menunjukkan suatu keputusan, otak dengan sendirinya akan mulai memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi yang akan timbul. Maka seyogyanya pilihan yang kita ambil ini adalah keputusan yang dihasilkan dari pertimbangan matang, bukan karena tekanan atau emosi sesaat.

Sayangnya, berteori dan berkata-kata jauh lebih mudah dibandingkan mewujudkannya dalam realita...



... just another weird note of mine, though...

Tidak ada komentar: